Musimnya memang sudah
lewat, tapi berita dan cerita2 susah senang, sukses dan gagal masih ada
dibeberapa tempat. Memang sudah lupa dengan apa yang sudah terjadi dan sudah
beralih lagi ke kegiatan yang lain yaitu musim tandur. Ya musim tandur saat ini
di desa saya sedang berlangsung, jenis apa saja mengenai bibit padi yang
ditanam tidak begitu mengikuti ( seingat saya dulu ada IR 64, Deni dan ketan,
tapi sekarang jenis2 apa saja yang ada dipasaran saya tidak begitu mengikuti,
tentunya sudah banyak temuan dan improvisasi dari jenis2 benih padi yang unggul
). Kembali kemusim yang sudah lewat, yaitu musim polowijo, musim yang berada
diantara sesudah panen dan sebulan dimulainya cocok tanam yang berikutnya ini,
biasanya sawah sawah didesa saya ditanami Lombok ijo ( cabe hijau besar ) dan
musim kemarin adaah musim yang sudah kesekian kalinya ( mungkin puluhan kali
bahkan ratusan atau malah ribuan kali musim polowijo, sejak saya kecil sudah
ada kegiatan polowijo ini ). Daerah kami ( desa paitan kecamatan kemiri
kabupaten purworejo ) berada diantara pegunungan ( dataran tinggi ) dengan laut
( dataran rendah ), apakah ini memang cocok dengan tanaman polowijo sejenis
Lombok ijo atau tidak, toh kegiatan ini sudah sangat lama berlangsung, belum
ada penelitian mengenai hal ini ( kondisi tanah, kandungan air, jenis Lombok
ijo yang cocok, pupuk yang cocok, cara tanam yang bagus, sampai kepada
penjualan hasil panen ) dari pihak2/ dinas2 terkait. Toh masyarakat sudah
sangat mandiri mengenai hal ini, berawal dari kebutuhan dapur atau ditambah
dengan kebutuhan hidup lainnya, polowijo adalah menjadi hajatan besar yang
terjadi didesa saya, pemerintah mencanangkan 3 kali panen padi dalam satu tahun
( kalau ngak salah ingat, dan itupun kalau belum berubah slogannya, jangan2
malah 4 kali dalam setahun ),
didesa kami sepertinya dan sepengetahuan saya
tidak bisa 3 kali dalam setahun, hanya 2 kali plus polowijo itu, ini bukan
tanpa alasan, dan bukan keterlambatan dan kemalasan para warga didesa kami desa
paitan. Ini adalah wujud dari pemanfaatan para warga yang tidak berbuat lebih
banyak lagi untuk mengimplementasikan program 3 kali dalam setahun bagaimana
tidak, pada panen dimusim kemarau, setelah panen selesai berlangsung, untuk
menunggu air hujan turun dari langit ( ini sangat bergantung dengan alam, dan
sepertinya yang sudah sudah adalah sangat lama jangka waktunya ) atau menunggu
kiriman air dari waduk wadas lingtang ( rencana dan schedule airnya adalah hak
dan wewenang dinas pemerintah terkait ) juga masih ada jeda waktu yang lumayan
lama. Maka dari itu, berangkat dari kebutuhan hidup ditambah dengan sedikitnya
lahan pekerjaan lainnya, ditambah dengan insting kreatif dari para warganya,
dengan tidak ingin lahan sawahnya menganggur begitu saja maka polowijo adalah
pilihan yang sangat masuk akal. Durasi waktu yang sangat singkat, dari
penanaman bibit sampai bisa di panen membutuhkan waktu kurang lebih 70 hari (
mohon maaf kalau salah ). Yang menjadi kendala klasik sebagai petani apapun
jenis tanaman yang ditanam adalah soal kepantasan harga hasil panen. Begitu
juga dengan petani polowijo adalah murahnya harga Lombok ijo sewaktu musim
panen telah tiba. Dari tahun ketahun masalah ini belum bisa terselesaikan oleh
para petani polowijo itu sendiri. Semua hasil panen adalah dibeli oleh seorang
pembeli yang juga warga tempatan didesa dengan kalkulasi harga yang sudah
ditentukan oleh pembeli tersebut. Tidak ada tawar menawar yang selayaknya
penjual dan pembeli melakukan transaksi. Tetapi apa boleh buat, pembeli adalah perwujudan
kapitalis yang entah dengan rumus apa mereka bisa membuat dan menentukan harga.
Tetapi dalam hal ini saya tetap belajar dari seorang petani polowijo, karena
didalam diri seorang petani polowijo, dari mulai proses awal rencana sampai
dengan panen, disitu ada keuletan, keteguhan, kemandirian, kepasrahan, daya
juang, kepercayaan ke pada tuhan yme. Kembali teringat mengenai banyak
sedikitnya rejeki yang akan diterima dan juga perjalanan hidup masing masing
manusia, bahwa segala sesuatu itu yang mengatur adalah “ seng ngecat wernane
Lombok ”
11:49, 1/17/2016