Sebuah oncor / obor / suluh, mari kita membayangkan sebuah jenis benda
kecil ini, mari memulai imajinasi kita dengan sebuah potongan bambo kecil
kira2 panjangnya tidak mencapai 40 cm, tergantung dari kebutuhan pemakai.
Sebuah potongan bamboo kecil yang mempunyai diameter tidak lebih dari 5 cm,
karena lebih kearah keluwesan dan kepraktisan pengunaanya. Salah satu dari
ujung bamboo tersebut adalah ruas bamboo yang berfungsi sebagai pangkal
dari obor tersebut, dan ujung yang lainnya adalah dipasang sabut kelapa /
kain yang tahan lama terhadap api. Sebelum dipasang sabut kelapa atau kain
tadi, ruang antara ruas dgn sabut kelapa/kain diisi dengan air tanah (
kalau didaerah saya namanya lengo potro ), salah satu bahan bakar yang
sudah mulai langka ataupun sudah tidak dijual bebas, kemungkinan akibat
dari cadangan yang mulai sedikit dan akibat dari peralihan kebijakan
pemerintah untuk beralih ke bahan bakar gas untuk kebutuhan rumah tangga.
Kembali ke oncor / suluh / obor tadi, suatu benda kecil yang apabila
rangkaian material sudah terpenuhi semuanya, ujung dari sabut kelapa / kain
tadi di dekatkan dan menempel ke api akan menyebabkan menyala. Tidak besar
dan tidak terlalu kecil api yang menyala, tergantung dari diameter bamboo
yang kita gunakan untuk membuat oncor / obor / suluh tadi. Nyala api dari
oncor / obor / suluh itu adalah yang saya memaknai filosofi jawa , bahwa “
urip iku urup “, yang kata urup tadi adalah kata yang disiratkan dari api
kecil yang nyala dari oncor / suluh / obor. Begitulah beberapa orang jawa
bahwa kehidupan adalah seharusnya dan menuju seperti obor / oncor / suluh
tadi. Sekecil apapun tingkah , tindakan, laku, pikiran, gerakan, omongan,
tindak tanduk kita didunia ini adalah untuk sebagai penerang yang ada
disekitar kita, seperti yang dilakukan oleh oncor / obor / suluh, api dari
oncor / obor / suluh tidak akan menjangkau jauh wilayah yang di terangi,
tetapi itulah yang sebenarnya hidup. Begitulah dengan hidup ini, dengan
kata lain hidup ini adalah untuk bermanfaat terhadap mahluk disekitar kita.
Semoga kita sebagai orang jawa ataupun orang yang menyetujui falsafah
falsafah jawa, salah satunya “ urip iku urup “ selalu istikomah untuk
senantiasa berada didalam satu garis lurus mendekat ke falsafah tadi.
Kemungkinan akan sulit dan sebuah proses hidup adalah untuk satu hari
ataupun dua hari saja, proses hidup adalah selama itu kita hidup didunia,
selama itu pula kita mencoba selalu mendekat kepada satu garis falsafah
urip iku urup. Terakhir keberhasilan setiap orang adalah diakhir perjuangan
selama kehidupan didunia ini berlangsung, bahwa disetiap detik kehidupannya
adalah bernafaskan falsafah urip iku urup. Semoga kita selalu beriktiar
untuk selalu dan selalu menerapkan falsafah urip iku urup yaitu bermanfaat
untuk mahluk disekitar kita, sekecil apapun itu.
Andriyadi, 20/05/2018